News

DMID Business Insight : Sharing serta Live Q & A Bersama Christian Kustedi (Co-Founder Dusdusan)

Sekarang ini ada banyak jenis bisnis untuk dijalankan. Orang-orang tinggal memilih jenis bisnis yang sesuai dengan passion dan cocok untuk mereka.

Soal marketingnya sendiri, kita sudah semakin dipermudah dengan semakin canggihnya teknologi dan hadirnya dunia digital.

Dan salah satu bisnis yang diminati orang-orang saat ini adalah menjadi supplier.

Dengan menjadi supplier, seseorang bisa mendapat penghasilan yang tinggi.

Ah, masa?

Yes! Untuk membuktikannya pada acara live kali ini, DMID Business Insight berhasil membawa seorang pembicara yang sukses sebagai supplier. Ia adalah Christian Kustedi, Co-Founder Dusdusan.com.

Acara live ini dibuka dengan perkenalan diri dari Chis dan sedikit menjelaskan apa sebenarnya Dusdusan.com itu.

dusdusan

Untuk Anda yang belum tahu, Dusdusan.com merupakan sebuah platform reseller. Mungkin Anda berpikir, kenapa namanya dusdusan?

Ternyata nama itu digunakan karena pada dasarnya, perusahaan itu menjual produk secara grosiran dan tidak menerima penjualan secara satuan.

Pada saat launching, system bisnis yang ia jalanin ini sebenarnya jenis B2B. Produknya merupakan alat-alat berat. Tapi setelah sebulan tidak ada perubahan, Chris memutuskan untuk beralih ke B2C.

Waktu menjalankan B2C, produknya yang dijual menjadi ke peralatan rumah tangga. Tapi dalam jangka waktu 5 bulan, akhirnya ia beralih ke system reseller dengan tetap menjual peralatan rumah tangga.

Dalam proses dari B2C ke reseller, ia menyeleksi semua produk yang dijual. Produk mana yang paling diminati dan terus dibeli oleh para customer. Semuanya disesuaikan dengan market dan kemudian dikonvert menjadi reseller.

Menanggapi jumlah audience yang semakin banyak dan pertanyaan mulai terkumpul, maka dimulailah sesi tanya jawab.

Pertanyaan pertama soal divisi apa saja yang ada di Dusdusan serta menanyakan tentang SOP untuk para karyawan yang bekerja di gudang yang berada di luar Jakarta.

Chis menjelaskan, di Dusdusan sendiri terdapat tim sales atau tim support, marketing, marcom, kreatif konten, dan finance. Untuk jumlah karyawan yang paling banyak ada di tim support.

“Tim support juga terbagi lagi menjadi beberapa bagian. Ada yang khusus untuk live chat, email, call center, social media.”

Berkaitan soal gudang, dusdusan sendiri memiliki 5 gudang yang semuanya berada di luar Jakarta.

Ia mempercayakan setiap gudang kepada 1 orang. Orang tersebut yang disebut sebagai kepala gudang dan nantinya akan merekrut serta membimbing karyawan lainnya.

Yang menarik adalah ketika Chris menjelaskan bagaimana ia menemukan orang yang tepat untuk direkrut.

rekrut

Pertama hijack orang yang sudah berpengalaman dan yang kedua dengan mendidik staff.

Ada juga yang menanyakan soal strategi yang digunakan Dusdusan untuk mendapatkan penjualan dalam jumlah besar setiap bulannya.

Dirinya mengungkapkan kalau Dusdusan lebih agresif.

Ia mengibaratkan kalau bisnis lain hanya punya nafas beberapa bulan, maksudnya adalah profit yang mereka dapat untuk cashflow bulan-bulan berikutnya dan sisanya baru dibakar/burn.

Sedangkan Dusdusan sendiri lebih agresif dan berani dalam mengambil keputusan. Setiap sudah mencapai minimum penghasilan setiap bulannya, sisanya langsung dibakar/burn.

Cara unik ini masih dijalankan oleh Chris di Dusdusan, bukan karena apa, ini dilakukan agar membuat perusahaan lebih grow.

Pengusaha muda berusia 31 tahun ini juga tidak segan memberikan bocoran kepada para audience yang ingin tahu bagaimana cara merekrut reseller yang banyak.

“Cara untuk rekrut reseller ada diajarkan di DigitalMarketer.id, ya. Kan ada membuat avatar customer. Kenali dulu audiencenya, pastikan produk, produk Anda harus bisa menyelesaikan pain point mereka, dan bantu mereka agar mencapai goal mereka.” Kata Chris.

Untuk mencari tahu pain point mereka, para audience yang menonton live dianjurkan untuk melakukan research terlebih dulu.

Ini juga berhubungan pertanyaan selanjutnya mengenai memaintain hubungan dengan para reseller.

améliorer-relation-client

Strateginya adalah ketulusan dan membantu mereka secara personal, lama kelamaan akan tumbuh kepercayaan.

Disinggung soal happy price yang ditawarkan kepada para reseller, Chris berkata secara gamblang mulai dari 25-30%.

Ketika para reseller ini semakin jago berjualan, mereka mengambil lagi misalkan setengah lusin produk, bisa semakin besar happy price yang diberikan oleh Dusdusan. Ia berani memberikan happy price sampai 70%!

Di sela sesi tanya jawab, ia juga membagikan pengalamannya ketika harus mengajari ibu-ibu yang menjadi reseller (kebanyakan reseller dari Dusdusan memang dari kaum perempuan).

Dulu ia harus sampai menyediakan customer support khusus untuk membantu para ibu-ibu yang belum begitu paham dengan teknologi.

Pernah ada satu CS yang membantu ibu-ibu secara personal tentang membuat email, membuka inbox, sampai mendaftarkan email mereka ke Dusdusan jika ingin menjadi reseller.

Bisa Anda bayangkan, kalau untuk itu saja bisa memakan waktu sekitar 30 menit. Belum soal yang lain-lain.

Tapi menurutnya, dengan begitu orang-orang yang diajari dari awal akan tersaring dengan baik dan nantinya akan terlihat mana orang yang bisa direkrut menajdi reseller.

Jadi selain edukasi, ini juga merupakan proses penyeleksian untuk mereka yang kuat dan mau belajar menjadi reseller.

Melanjutkan tanya jawab, ada pertanyaan menarik yang muncul. Bagaimana cara Chris mengubah kebiasaan reseller yang sudah terbiasa menggunakan WA atau BBM ke platform Dusdusan.

Ia mengaku kalau dulu ia dan tim memakai 2 WA tapi mereka punya goal untuk scale up. Ia mulai berpikir kalau terus seperti itu, bisnisnya tidak akan bisa scale up.

“Waktu itu sampai hapus WA dan BBM. Ini cara yang memaksa mereka untuk pindah ke platform dan banyak customer marah juga. Tapi bisa ditangani. Kita jelaskan ke mereka dengan baik-baik.”

Yang terpenting adalah gaya komunikasi yang digunakan. Ia berkomunikasi dengan reseller layaknya ia berkomunikasi dengan tim.

Berikutnya masih soal reseller, ada yang menanyakan apakah reseller dari Dusdusan menjual produknya secara offline atau online dan soal melatih para resellernya.

Chris menjawab kalau gaya berjualan di Dusdusan berbeda. Jika orang-orang beralih dari offline ke online, bisnisnya ini malah dari online ke offline.

Bukan karena apa, ini terjadi karena ia menjual produk peralatan rumah tangga dan resellernya adalah ibu-ibu. Mereka masih menggunakan cara menyebar brosur dan door-to-door.

Ia melanjutkan, “Untuk training, ada satu orang yang bikin kurikulumnya, yang diajarkan itu dari hal yang paling basic sampai ke ketua arisan. Dusdusan bukan MLM tapi kita mengajarkan reseller untuk bikin group untuk reseller mereka sendiri. Tujuannya adalah supaya mereka menduplikasi apa yang diajarkan.”

Nah, itu beberapa pertanyaan yang baru dijawab oleh Christian Kustedi. Masih ada banyak yang dijelaskan secara lebih detail dalam Live DMID Business Insight.

Penasaran untuk menonton videonya yang lengkap? Kalau begitu, Anda bisa langsung klik pada link ini atau pada gambar di bawah ini ya!

gambar mix

Anda harus selalu ingat untuk mempraktikkan ilmu yang didapat dan menyebarkan informasi kepada yang lain.

Nantikan DMID Business Insight berikutnya dengan pembicara lainnya yang sudah pasti akan semakin menarik untuk diikuti dan sampai jumpa!

Bagikan juga pengalaman Anda ke DMID dan pembaca lainnya yang berhubungan dengan topik ini dengan mengisi kolom komentar di bawah ini ya!

Write A Comment